Benarkah Stres Asmara Penyebab Status Masih Jomblo?

 
Ilustrasi (pixabay.com)

Penyakit stres saat ini menjadi salah satu penyebab munculnya penyakit fisik dan sosial, salah satunya perilaku yang diakibatkan patah hati atau gagal dalam menjalin asmara.

Salah satu perilaku yang disebabkan hal itu yakni tetap melajang meski kadang umur sudah cukup untuk menikah.

Stres karena asmara ini dinilai berat karena dapat memenuhi otak dan pikiran seseorang. Amat wajar banyak kejadian orang menjadi tidak waras karena dipengaruh oleh stres asmara ini.

Pada kebanyakan kasus orang yang mengalami stres asmara terkendalikan justru memilih tidak mendekati lagi atau sementara menjauh dari kehidupan menyukai lawan jenis sehingga memilih melajang atau bahasa gaulnya jomblo.

Di bawah ini dipaparkan proses mengapa jomblo dikategorikan sebagai bagian dari stres karena asmara.

Pada dasarnya istilah jomblo saat ini mengindikasikan masih belum prioritasnya pasangan dalam kehidupan seorang pria atau wanita.

Baik pria atau wanita memilih karier dan prestasi dalam hidupnya dan menomorduakan kekasih. Namun apa betul demikian? Lalu kalau kita dipanggil jomblo, marah tidak? Terus jadi jomblo itu sakit atau tidak?.

Rasanya semua manusia diciptakan untuk berpasangan dan itu memang kodrat dalam hidup. Itu juga menjadi obsesi dan tujuan akhir manusia dalam hidup, yakni meminang cinta untuk bekal kehidupan.

Lalu bagaimana dengan seorang jomblo? Menurut penyebabnya Jomblo dikategorikan dua yakni jomblo karena putus dan jomblo belum pernah pacaran. Bila berkaca dari pengalaman dan wawancara beberapa orang, teksinfo menyimpulkan jadi jomblo bukan pilihan namun lari dari kenyataan dan kenyataan itu cinta. Percaya atau tidak? Kali ini teksinfo hanya mengkaitkan jomblo dengan masa pacaran.

Ilustrasi (pixabay.com)

Saat penulis mewawancarai 10 responden yang dikategorikan dan sering disebut jomblo, sekitar 70 persen menjawab dirinya pernah pacaran namun kemudian putus dan diputusin. Lalu 30 persen lagi memang fokus pada karirnya, akan tetapi mereka juga pernah pacaran dan putus.

Bila dihipotesa, jelas jomblo dikarenakan putus yang artinya ada perasaan sakit hati, kecewa dan rasa negatif lainnya. 

Memiliki rasa sakit hati memang tidak bisa dibayangkan, apalagi bila perasaan pada mantan masih terus berkecamuk dan mengemuka. Jelas ini menjadi dilema tersendiri, di satu sisi kecewa di sisi lain masih berharap. Sobat, dari dilema ini akhirnya memilih lari dari kenyataan dan menutup diri untuk yang lain. Ada istilah "sulit melupakan mantan" nah ini bagian dari menutup diri. Bila sudah begitu kita tidak akan jeli atau peka pada perhatian atau kasih sayang yang muncul dari orang lain. Kemudian lari dari cinta dengan lawan jenis.

Istilah lari dari cinta ini bersifat sempit yakni menutup perasaan suka pada orang lain. Meski kadang muncul suatu waktu, akan hilang seketika bila rasa kecewa lebih mendominasi. Memang ketika kita kecewa pada mantan pacar atau pasangan, sulit untuk bangkit segera. Sehingga pilihan menjadi jomblo mau tak mau harus dilakukan, tapi itu yakin karena terpaksa.

Lalu bagaimana kita bisa keluar dari rasa sakit hati?? Jelas jawabannya ada pada diri masing-masing. Meskipun demikian untuk mulai mendekati cinta lagi perlu tekad yang kuat. Sebab membuka hati itu tidak mudah butuh keyakinan dan pandangan positif. Pandangan positif ini disertai dengan kepercayaan diri tinggi untuk mengejar atau dikejar cinta yang baru. Satu hal yang perlu jadi itikad dalam diri yakni "jodoh itu gak akan ke mana". Namun setiap ada kesempatan yang tetap harus dikejar sebab bisa jadi itu jodoh.

Nah jomblo karena belum pernah pacaran juga dikategorikan sebagai lari cinta. Intinya sama saja, bila jomblo pernah pacaran takut untuk memulai kembali, bila jomblo belum pernah pacaran karena takut untuk melakukan yang pertama. Kesamaannya yakni takut sakit hati, yang satu sakit hati kedua kali dan sakit hati pertama kali. Memang ketika pertama kali menyukai seseorang belum dapat dipastikan itu akan menjadi pacar. Bahkan bila menjadi pacar juga belum tentu jadi jodoh kita. Namun orang yang berani yakni keluar, rela berkorban dan siap menerima risiko apapun guna menghadapi satu "hal" yang rumit yakni CINTA.

Ya memang semuanya dikembalikan kepada kita, namun jika ingin berhijrah cinta ya dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh. 

Ini hanya analisis dan pandangan penulis semata yang digabungkan dengan observasi kecil kepada beberapa responden. Tentu bukanlah sesuatu teori yang mutlak karena membutuhkan riset nyata dalam skala besar untuk memastikannya. Meskipun demikian artikel ini dapat sedikit membuka cakrawala, semoga ini bermanfaat.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel