Pujian, Cara Kita Bangun Atau Jatuh?

 
Ilustrasi (pixabay.com)
Ketika seseorang atau orang banyak memuji kita, perlu diperhatikan arahnya untuk kemajuan atau justru untuk kemunduran dalam hidup.

Untuk memperhatikan arah ini tentu tidak mudah karena sifat manusia setelah dipuji akan merasa memiliki motivasi dan kebanggaan.

Semakin besar intensitas pujian yang didapat, perlahan tapi pasti motivasi dan kebanggaan berlebihan yang berujung keangkuhan.

Akibat haus pujian, langkah dalam hidup bukan lagi sebuah cara menyusun rencana jangka ke depan namun bagaimana memberikan kesan untuk dipuji dan diagungkan orang lain.

Semakin waktu berjalan bila tidak introspeksi diri berujung pada kejatuhan dan akhirnya nestapa.

Alasan inilah mengapa Rasulullah SAW dalam salah satu Hadistnya mengatakan pujian dapat menjadikan "ujub" atau merasa bangga diri yang menyebabkan keangkuhan.

Bahkan salah Hadist Riwayat Bukhori No 6061 dan Muslim No 3000, disebutkan oleh Rasulullah bahwa yang suka memuji diibaratkan telah menebas leher temannya sendiri. Pada hadist tersebut juga Rasulullah mengatakan hanya kata "aku sangka" bukan memastikan nilai seseorang yang hanya dimiliki Allah SWT.

Ilustrasi (pixabay.com)

Dari sini dapat diambil hikmah bahwa pujian dari seseorang bisa jadi jebakan atas kemungkinan adanya "mau" kepada diri kita yang kemungkinan saat kita "mau" mereka "tidak mau".

Artinya saat kita memberikan pertolongan kepada seseorang, kemudian mendapat pujian yang berlebihan bisa jadi itu hanya sebuah cara mereka untuk menjatuhkan kita atau memanfaatkan kemampuan atau apa yang dimiliki.

Sebagai contoh seseorang yang suka ditraktir atau diberikan uang akan selalu memuji yang pemberinya agar sang pemberi terus mengasihi mereka. Sang pemberi yang kadung bangga dan bahagia tanpa sadar "terhipnotis" untuk memberikannya terus. Akan tetapi saat dia meminta bantuan kepada yang diberi, beribu alasan yang diterima. Sehingga perlahan menjadi kecewa, sementara pengorbanan telah selangit.

Bagi yang terlalu terlarut dalam kekecewaan dan kesedihan tentu akan menghancurkan hidupnya dan perlahan pujian tersebut berubah menjadi hinaan dan celaan. Sesuatu yang memang direncanakan seseorang untuk kita akibat ketidaksukaannya pada kita.

Namun begitu bukan berarti pujian membuat kita terjatuh terus, bila dapat mengubah sudut pandang dan memperkuat mental.

Hadist Rasulullah tersebut juga mengandung arti peringatan bagi yang lalai pada pujian. Akan tetapi bila kita dapat menjadikan pujian itu motivasi sekaligus introspeksi diri justru menjadi cara kita membangun hidup di masa depan.

Catatannya kita perlu mengenali lingkungan dengan baik dan menerima dengan lapang dada setiap pujian atau celaan yang diterima. Mengingat kata  secara positif pada setiap pujian seseorang, dapat memberikan semangat bagi kita untuk memperbaiki kualitas hidup seperti ibadah, sikap kepribadian dan kinerja.

Terlepas itu maksud yang memberi pujian adalah benar atau justru sebaliknya. Memandang selalu positif dan tidak berlebihan dalam responnya akan menjauhkan diri dari kebanggaan berlebihan yang berujung keangkuhan.

Hal ini juga berlaku bagi kita yang kerap memuji orang lain atas capaiannya. Kita juga perlu introspeksi diri dan mengidentifikasi setiap kata yang terucap kan. Jangan sampai maksud kita baik justru sebaliknya bagi yang dipuji. 

Oleh sebab itu ajaran agama Islam yang melarang umatnya "berlebih-lebihan" menjadi cara untuk kita seimbang dalam menjalani hidup. Termasuk memandang orang lain secara positif namun introspeksi pada kemungkinan hal negatif yang muncul.

Ilustrasi (pixabay.com)

Sesungguhnya pujian itu hanya diberikan kepada Sang Pencipta yang telah memberikan kesempatan hidup kepada kita. Selain itu yang berhak tahu nilai seseorang hanyalah Allah SWT.

Ini hanya opini penulis yang diambil berdasarkan pengamatan dan pengalaman. Tentunya setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda. Dan beda itu adalah sebuah ragam yang perlu dihargai.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel