Memilih MoU atau MoA Terlebih Dahulu Tidak Jadi Masalah Dalam Kerjasama

Ilustrasi kerjasama. 

Menyusun nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU)sebagai perjanjian awal dalam kerjasama atau langsung menetapkan Nota Kesepakatan atau Memorandum of Agreement (MoA) saat ini menjadi sebuah pilihan instansi khususnya kampus dalam menjalin mitra baru. 

Hal ini disebabkan saat ini belum ada ketetapan atau peraturan yang menerangkan bahwa MoU harus dibuat jika ada MoA atau MoA harus dilanjutkan dengan MoU. 

Dalam peraturan resmi pemerintah pada Permendagri No 22 tahun 2020 bahkan tidak disebutkan secara rinci MoU atau MoA yang tercantum hanya naskah kerjasama yang disepakat kedua belah pihak. 

Lalu apakah boleh MoU didahulukan dan dilanjutkan MoA atau sebaliknya? Jawabannya tentu boleh sebab keduanya memiliki unsur yang sama yakni naskah pengikat hubungan kerjasama. 

Di Kemendikbudristek, naskah kerjasama ini terbagi tiga MoU, MoA dan Initial Arrangement (IA) walaupun pada pelaksanaannya tetap sama. 

Artinya kebijakan penggunaan MoU, MoA dan IA atau Perjanjian Kerjasama (PKS) yang biasa digunakan bergantung pada peraturan atau standar yang dimiliki institusi masing-masing. 

Meskipun demikian saat berhubungan atau menjalin kerjasama tentu institusi harus bersifat fleksibel dengan memilih jalur yang saling menguntungkan satu sama lain. 

Pada penyelenggaraan kerjasama beberapa institusi seperti halnya kampus kadang terjebak pada kesalahan persepsi saat menyusun MoU dan MoA. 

Saat pemilihan MoU sebagai pengikat kerjasama antara satu institusi dengan institusi lainnya, pada perkembangannya hanya dijadikan dokumen dasar untuk kerjasama lanjutan. 

Akibatnya saat tidak ada kepentingan lanjutan, MoU menjadi "bodong" Karena hanya diabadikan pada dokumentasi penandatanganan dan dokumen kertas naskah kerja sama dan itu dibiarkan hingga bertahun misal lima tahun sesuai kesepakatan. 

Hal ini banyak terjadi terlebih saat ini ada "perlombaan" Untuk mencari mitra sebanyak-banyaknya tidak peduli kerjasama itu akan saling menguntungkan atau tidak, terpenting yang memiliki dokumen terbanyak akan dapat reward dan award. 

Hal ini amat bertentangan dengan pendapat Sosiolog dunia Charles H. Cooley yang menganggap kerjasama adalah dasar dari suka sama suka dan saling berkepentingan. 

Memang bila ditilik sedikit, saling menguntungkan dalam hal penambahan dokumen namun apakah cukup dengan seperti itu? Jawabannya tidak. 

Cooley menambahkan bahwa kepentingan kerjasama juga harus berimbas pada pengembangan satu pihak dan lainnya, karena dasarnya saling membantu tentu kepentingannya sama. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jelas termaktub kerjasama dilakukan untuk mencapai tujuan bersama atas kepentingan bersama. 

Dari dua pandangan tersebut menjelaskan bahwa MoU dan MoA memiliki tujuan yang sama yakni menyatukan kepentingan bersama untuk tujuan bersama. 

Ada pandangan lain yang dinilai masih abu-abu apakah dari MoU dan MoA, bahwa setelah membuat MoA wajib meneruskan di MoU atau sebaliknya. 

Memang seperti dijelaskan di atas itu semua akan menjadi nyata bila sudah ada ketetapan yang benar tentang penggunaan MoU, MoA dan IA. 

Akan tetapi hingga saat ini semua naskah kerjasama dapat digunakan dengan catatan kedua belah pihak sepakat dengannya. 

Dengan kata lain saat menyusun naskah kerja sama kedua belah pihak wajib duduk bersama untuk merumuskan bentuk kerjasama yang akan dilaksanakan termasuk format dari naskah kerjasama. Terlepas itu dalam bentuk MoU, MoA, IA dan PKS. 

Meskipun ada beberapa institusi yang mendesain aturan MoU menjadi pelindung, dan kesepakatan ditentukan oleh MoA. 

Sebagai contoh di perguruan tinggi, MoU menjadi dasar hukum untuk kerjasama Lembaga, Pusat Studi, Bidang, Fakultas dan Prodi yang dibuat dalam bentuk MoA





Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel